Kita semua sadari bahwa pendidikan menjadi salah satu aspek yang paling penting dalam membangun sebuah peradaban dan membentuk suatu kepribadian generasi muda yang cemerlang di masa depan. Di sekolah, tentunya guru juga melakukan interaksi dan komunikasi dengan siswa baik di kelas maupun di luar kelas.
Pembelajaran di dalam kelas, mungkin tidak selalu membuat sebagian siswa merasa hidup di dalamnya. Karena, untuk sebagian yang lainnya ada yang merasa tubuh hanya hadir namun pikiran dan perasaan masih tertinggal di rumah.
Semua itu berawal dari emosi, emosi yang ditunjukkan oleh siswa di sekolah. Karena sejatinya siswa tidak hanya hadir untuk belajar membaca, menulis, atau berhitung, tetapi juga belajar mengenal dirinya sendiri. Ada kalanya hati merasa senang ketika mendapat pujian dari guru, tetapi ada juga saat dimana rasa sedih, marah, atau kecewa muncul tanpa disadari. Emosi adalah bagian alami dari diri kita, yang membantu kita memahami apa yang sedang terjadi di dalam hati.
Kala itu, pada hari Rabu dimana guru BK melaksanakan bimbingan klasikal pada level 5 dengan tema “Kenali emosimu dan cobalah untuk kendalikan”. Semua siswa antusias untuk menyimak materi tersebut. Karena, sebagian dari mereka tidak tahu cara mengekspresikan emosi dalam dirinya dengan baik dan tepat. Ada yang memilih diam ketika sedih, ada yang melampiaskan amarah dengan berteriak, bahkan ada yang menangis diam-diam. Padahal, mengekspresikan emosi dengan cara yang tepat bisa membuat hati lebih tenang dan hubungan dengan sekitar menjadi lebih baik.
Guru BK bertanya kepada siswa tentang “bagaimana perasaan kalian hari ini?”. Sebagian dari mereka ada yang menjawab senang, biasa aja, bersemangat dan sebagian lainnya ada pula yang menjawab sedih, bingung, kesal, ataupun ada yang tidak menjawab apapun. Ternyata, hal itu karena ia tidak mau orang lain tahu tentang perasaan atau emosi yang dialami dalam dirinya.
Kemudian, guru BK meminta siswa menggambarkan emosinya melalui kertas. Emosi tersebut digambarkan sesuai dengan perasaan yang paling sering muncul dalam sepekan. Selanjutnya, siswa diminta menceritakan dalam sebuah tulisan faktor apa yang membuat emosi itu muncul dalam dirinya.
Namun, ada satu siswi berinisial “FK” ia tak mampu menjelaskan gambaran emosi yang ada dalam dirinya saat itu, ia memilih untuk menyembunyikan perasaannya. Ia memilih untuk menunjukkan versi dirinya yang tenang dan selalu tersenyum.
Saat guru tersebut bertanya “Apa yang membuat kamu memilih untuk tidak mengungkapkan perasaanmu Nak?”, lantas ia menjawab “Gapapa Bu. Aku cuma gamau energiku habis oleh emosi negatif yang muncul. Aku pengen hari-hariku di sekolah dipenuhi dengan canda dan tawa sampai aku pulang”.
Seketika hati sang gurupun tersentuh dengan ucapan siswi tersebut. “Masya Allah, oke deh. Gapapa kalaupun kamu memang memilih untuk tidak mengungkapkannya saat ini. Tapi, Ibu harap kamu bisa mengenali emosimu dan tidak berusaha untuk menolaknya ketika ia datang. Karena setiap emosi itu adalah bagian dari diri kamu”.
“Ibu disini siap untuk mendengarkan kalau kamu membutuhkan seseorang yang juga bisa memahami perasaanmu”. “Iyah Bu, terima kasih karena tidak memaksaku untuk bercerita hari ini”.
Selesai dari semua siswa menggambarkan emosinya melalui sebuah kertas, dari situ sang guru pun mulai membaca satu demi satu perasaan yang dialami oleh siswa. Lalu, sang guru bertanya kembali “Siapa yang disini kalau lagi marah memilih untuk tidur?”. “Saya buu, saya saya” (Sontak beberapa siswa). “Oke, okee. Terus siapa yang disini kalau lagi sedih sukanya makan enak?”.
“Waah, kalau aku sih enggak Bu. Biasanya kalau aku lagi sedih, aku sukanya nonton hal-hal yang lucu”. “Aku kalau sedih biasanya tarik selimut terus nangis deh, hehe soalnya biar gak ketahuan kalau aku lagi nangis”. Dan beberapa pertanyaan emosi lainnya…
Guru BK memahami bahwa tidak semua orang mampu mengungkapkan emosi yang ada dalam dirinya ketika hal itu datang. Kemudian, guru tersebut juga memberikan pemahaman kepada semua siswa di kelas bagaimana cara mengekspresikan emosi dengan tepat dan bagaiman cara mengendalikannya agar tidak bereaksi secara berlebihan.
Satu hal yang perlu kita tahu guru dan teman di sekolah juga memiliki peran penting dalam membantu individu mengelola emosi. Guru BK menjadi fasilitator yang dimana bisa menjadi tempat yang aman&nyaman untuk siswa “curhat” saat hati sedang tidak baik, sedangkan teman bisa memberi dukungan dengan mendengarkan tanpa menghakimi. Dengan saling memahami, sekolah akan terasa lebih nyaman dan penuh kasih sayang.
Belajar mengelola emosi berarti belajar menjadi pribadi yang lebih dewasa dan bijaksana. Yuk, mulai hari ini kita berani mendengarkan suara hati, mengenali emosi yang datang, dan menyalurkannya dengan cara yang tepat. Karena ketika hati bisa berbicara dengan jujur dan baik, sekolah akan menjadi tempat yang bukan hanya untuk belajar ilmu, tapi juga untuk belajar menjadi manusia yang lebih baik.
