Pagi itu, mentari baru menembus lembut kaca jendela ruang kelas SD Al Muslim. Di tengah suasana penuh semangat, seorang guru memegang tablet Samsung dengan senyum percaya diri. “Anak-anak, hari ini kita akan menjelajahi tata surya,” ujarnya. Namun kali ini, bukan lewat buku teks melainkan melalui Assemblr Edu. Dalam sekejap, ruang kelas berubah menjadi galaksi mini. Planet-planet berputar di udara melalui layar gawai, dan siswa bersorak kagum. “Bu, Saturnus punya cincin yang cantik banget!” seru seorang anak dengan mata berbinar. Di balik senyum itu, sang guru tahu bahwa inilah esensi pembelajaran abad 21, ketika rasa ingin tahu menjadi bahan bakar utama belajar.

Menjadi guru di era digital bukan sekadar menguasai teknologi, tetapi tentang mengubah teknologi menjadi jembatan menuju makna. Di SD Al Muslim, semangat itu hidup dalam setiap ruang belajar. Sejak sekolah ini dipercaya sebagai Samsung Digital Lighthouse School (SDLS), para guru menjelma menjadi pelopor pembelajaran digital yang inovatif dan humanis. Mereka tidak hanya “melek digital”, tetapi tumbuh sebagai pembelajar sepanjang hayat yang siap beradaptasi dengan perubahan zaman.

Melalui program pelatihan dari Samsung, para guru Al Muslim dibekali kompetensi yang menyeluruh. Mereka belajar merancang PDCA (Plan–Do–Check–Action) sebagai kerangka kerja peningkatan mutu pembelajaran berkelanjutan. Guru juga memperdalam keterampilan 4C yaitu berpikir kritis, berkomunikasi, berkolaborasi, dan berkreasi sesuai tingkat kemampuan siswa dasar, menengah, hingga tinggi. Selain itu, guru-guru aktif mengikuti pelatihan Assemblr Edu dan berbagai course di Samsung Learning Hub yang memperkaya wawasan digital mereka. Dari sana, guru belajar menciptakan pengalaman belajar yang memadukan kognitif, karakter, dan kreativitas. Karena pada hakikatnya, teknologi bukan pengganti guru tetapi alat untuk memperkuat nilai kemanusiaan dalam pendidikan.

Salah satu inovasi pembelajaran digital di SD Al Muslim tampak dalam kelas IPA. Guru mengajak siswa membuat poster digital menggunakan Samsung Notes tentang “Cara Menjaga Pernapasan Manusia”. Anak-anak menggambar dengan warna dan animasi yang mereka rancang sendiri disertai pesan sederhana namun menyentuh seperti “Jaga Kesehatan Organ Pernapasan” dan “Ayo Bernapas Sehat”. Bagi guru, itu bukan sekadar tugas selesai, tetapi bukti bahwa teknologi tak hanya memperindah tampilan, tetapi memperdalam pemahaman.

Guru juga menggunakan Samsung Notes sebagai papan tulis digital yang interaktif. Setiap goresan pena di layar menjadi media berpikir visual untuk menjelaskan konsep sulit melalui warna, simbol, dan gambar yang mudah dipahami. Dari catatan inilah lahir video pembelajaran kreatif buatan guru yang dapat diakses siswa kapan pun melalui Digislamic. Sementara itu, siswa diajak mengekspresikan ide melalui komik digital bertema cita-citaku dan video kolaboratif yang mereka edit sendiri melalui Canva for Education. Setiap karya digital tidak hanya melatih kemampuan teknologi, tetapi juga menumbuhkan keberanian untuk berkreasi dan bekerja sama.

Dalam perjalanan digitalisasi pembelajaran, tentu tidak selalu mulus. Ada kalanya koneksi internet terputus saat pembelajaran atau siswa membutuhkan waktu lebih untuk menyesuaikan diri. Namun guru-guru SD Al Muslim memilih tidak pernah menyerah dan terus berimprovisasi. Para guru percaya bahwa setiap hambatan adalah bagian dari proses belajar. Di sela waktu mengajar, para guru aktif berdiskusi, saling berbagi strategi, dan meninjau kembali rancangan PDCA untuk memastikan pembelajaran terus berkembang. Karena menjadi guru hebat bukan berarti tidak pernah gagal, melainkan tidak pernah berhenti mencoba.

Selain mencetak siswa cakap digital, para guru juga menanamkan nilai digital citizenship kepada siswa. Anak-anak tidak hanya diajarkan cara menggunakan perangkat, tetapi juga bagaimana menjadi pengguna teknologi yang beretika dan bertanggung jawab. Mereka belajar menghormati hak cipta, menjaga keamanan data pribadi, dan bersikap sopan di dunia maya. Guru-guru menekankan bahwa kecanggihan teknologi harus berjalan beriringan dengan kecerdasan moral. Dengan begitu, generasi yang tumbuh bukan hanya digital smart, tetapi juga digital wise yang cerdas dan bijaksana.

Kreativitas para guru dan siswa tidak berhenti di ruang kelas. Melalui kegiatan Digital Showcase yang ditampilkan dalam Amfest (Al Muslim Festival) dan Google Sites, karya digital mereka dipamerkan kepada publik. Dari poster interaktif, komik digital, hingga video pembelajaran hasil kolaborasi, semua menunjukkan semangat berkarya yang luar biasa. Setiap karya bukan sekadar hasil belajar, tetapi refleksi bahwa pembelajaran digital mampu melahirkan siswa yang adaptif, percaya diri, dan bangga dengan hasil kreasinya.

Di balik semua inovasi itu, tersimpan filosofi sederhana bahwa guru hebat adalah mereka yang terus belajar agar muridnya tak berhenti bermimpi. Di SD Al Muslim, setiap guru menjadi pelita kecil yang menyalakan cahaya perubahan. Mereka mengubah setiap klik menjadi kesempatan, setiap tantangan menjadi pelajaran, dan setiap senyum siswa menjadi sumber energi baru. “Teknologi tidak akan berarti tanpa sentuhan hati guru,” begitu prinsip yang terus para guru pegang.

Kini, cahaya digital dari kelas SD Al Muslim terus menyala membawa pesan bahwa Indonesia memiliki banyak guru hebat yang siap menuntun generasi masa depan. Guru yang tak hanya mengajar, tetapi menggerakkan. Guru yang tak hanya menggunakan teknologi, tetapi menghidupkan maknanya. Karena sejatinya, kekuatan Indonesia bukan hanya pada infrastruktur digitalnya, tetapi pada hati para pendidiknya yang tak pernah padam dalam mendidik dengan cinta dan semangat.

Ketika guru hebat tumbuh, Indonesia menjadi kuat. Dari ruang kelas digital SD Al Muslim, semangat itu terus berdenyut, menyalakan harapan, menuntun masa depan, dan membuktikan bahwa pendidikan yang berakar pada nilai dan berpadu dengan inovasi, adalah cahaya yang tak akan pernah padam.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *