Karya: Ita Anggraini

Pak, Bu

Apa kabarmu?

Lama tak bertemu.

Apa raut wajahmu masih segagah dulu, masih seanggun dulu?

Maaf jika aku lupa wajahmu.

Maaf tak pernah bertanya tentangmu.

Namun yang pasti, aku selalu ingat jasamu.

Pak, Bu

Pertemuan kita singkat,

namun petuahmu melekat.

Kala itu celotehmu setiap hari,

rasanya bosan dan penat.

Namun tinggal cerita yang ditelan waktu,

cerita yang melekat di goresan wajahku,

goresan yang menjadi saksi bisu pengabdianmu.

Pak, Bu

Lucu jika kuingat tingkahku.

Rasanya konyol, menyebalkan,

bahkan membuat geram diriku saat ini.

Entah berapa kali celotehmu kuabaikan.

Entah berapa kali kuacuhkan amarahmu.

Kuanggap angin lalu,

kuanggap lucu dengan tawaku.

Pak, Bu

Maaf atas semua itu.

Maaf jika ada luka karena aku.

Maaf jika amarahmu hadir karenaku.

Maaf karena kata maaf itu terlambat.

Maaf atas terima kasih yang tertunda.

Maaf untuk semua tingkahku.

Pak, Bu

Aku lupa, penamu masih ada padaku sampai saat ini.

Penamu telah membuat lekukan garis di kertas­ku.

Maaf aku belum mengembalikan penamu.

Aku masih butuh penamu untuk melanjutkan ceritaku.

Izinkan aku membawa penamu entah sampai kapan.

Pak, Bu

Suatu waktu penamu akan kukembalikan.

Aku akan membawa pena itu ke hadapan Tuhanku.

’Kan kukatakan, “Pena ini adalah milik guruku, milikmu, Pak, milikmu, Bu.”

’Kan kukatakan,

pena itu membantuku merangkai cerita di kertas putihku,

cerita yang mewarnai hidupku sampai bertemu Tuhanku.

Pena itu menjadi saksi atas semua pengabdianmu, Pak, Bu.

Sungguh tiada mampu diriku membalasnya.

Sungguh tiada mampu.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *