
Sebagai guru, saya selalu percaya bahwa belajar tidak hanya terjadi di ruang kelas. Pembelajaran sejati lahir ketika siswa dapat menyentuh, melihat, dan mengalami langsung apa yang mereka pelajari. Prinsip itulah yang saya terapkan ketika mengajak siswa level 3 mengikuti kegiatan Kunjungan Belajar Lapangan ke Puspa Iptek Sundial dan Museum Barli Bandung.
Kegiatan ini merupakan bagian dari proyek Green Education yang bertujuan menumbuhkan kecintaan terhadap ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Saya ingin memberikan pengalaman berbeda yang menggabungkan unsur edukatif, eksploratif, dan reflektif.
Petualangan Dimulai: Menuju Puspa Iptek Sundial
Pagi itu, suasana sekolah begitu semarak. Siswa datang lebih awal dengan seragam KBM lapangan dan wajah penuh semangat. Setelah doa bersama, kami berangkat menuju Puspa Iptek Sundial, yang terletak di kawasan Kota Baru Parahyangan, Kabupaten Bandung Barat.
Begitu tiba, para siswa langsung terpukau oleh bangunan unik berbentuk jam matahari raksasa — sundial terbesar di Indonesia. Saya memulai kegiatan dengan mengarahkan mereka untuk memperhatikan cara kerja alat tersebut. Petugas edukator menjelaskan bahwa jam matahari menggunakan bayangan sinar matahari untuk menunjukkan waktu, konsep yang sudah dikenal sejak ribuan tahun lalu.
Salah satu momen menarik terjadi ketika siswa mencoba menghitung waktu dengan memerhatikan posisi bayangan di lantai. Mereka belajar bahwa rotasi bumi dan posisi matahari berpengaruh terhadap panjang bayangan. Pelajaran sains yang selama ini abstrak di buku, kini menjadi nyata di depan mata.
Di dalam gedung, kami menjelajahi berbagai zona interaktif. Ada zona energi, zona listrik statis, zona optik, dan zona gravitasi. Siswa bebas mencoba setiap alat peraga: mengayuh sepeda pembangkit listrik, mengamati pantulan cahaya di cermin cekung, hingga menyeimbangkan bola di pipa udara.
Sebagai guru, saya terharu melihat bagaimana mereka bereksperimen tanpa takut salah. Mereka tertawa, berdiskusi, dan saling bertanya. Saya menyadari, inilah momen ketika rasa ingin tahu tumbuh alami — bukan karena tuntutan nilai, melainkan karena keinginan untuk tahu lebih banyak.
Sebelum meninggalkan lokasi, kami berkumpul di halaman sundial untuk sesi refleksi. Saya meminta setiap kelompok menyampaikan satu hal baru yang mereka pelajari. Jawaban mereka sederhana namun penuh makna: ” Ternyata belajar sains itu seru, Bu.”
“Kita bisa paham kenapa bayangan berubah.”
“Energi bisa kita hasilkan dari gerakan kita sendiri.”
Kalimat-kalimat polos itu menjadi hadiah terindah bagi seorang guru.
—
Menjelajahi Dunia Seni di Museum Barli
Perjalanan kami berlanjut ke Museum Barli, yang hanya berjarak sekitar 5 menit dari Puspa Iptek. Museum ini didedikasikan untuk mengenang pelukis legendaris Barli Sasmitawinata, salah satu tokoh penting seni rupa Indonesia.
Begitu memasuki ruang pamer, siswa disambut deretan lukisan indah. Museum Barli juga menampilkan sudut edukatif berisi alat lukis klasik, patung mini, serta dokumentasi kehidupan sang maestro. Saya meminta siswa menuliskan kesan mereka tentang seni dalam sebuah cerita.
Kegiatan belajar lapangan ini menjadi cermin bagi saya tentang arti sesungguhnya dari tema “GTK Hebat Indonesia Kuat.” Guru yang hebat bukan hanya yang mengajar di depan kelas, tetapi yang mampu menghadirkan pengalaman belajar yang menghidupkan nilai-nilai pengetahuan, karakter, dan rasa ingin tahu siswa.
Melalui kunjungan ke Puspa Iptek dan Museum Barli, saya belajar bahwa sinergi antara sains dan seni adalah kombinasi luar biasa untuk menumbuhkan potensi anak. Mereka tidak hanya memahami konsep, tetapi juga belajar menghargai keindahan dan keteraturan alam.

