
Banyak orang percaya bahwa mengajar di sekolah dasar (SD/TK) itu mudah. “Ah, hanya mengajarkan anak membaca, menulis, dan berhitung,” kata sebagian orang. Namun, siapa pun yang pernah berada di kelas bersama anak-anak pasti tahu, bahwa kehidupan mereka penuh dengan pelajaran yang berharga. Tidak hanya untuk mereka, tapi juga untuk guru.
Dunia Anak yang Mengajarkan Ketulusan
Anak-anak adalah contoh dari kejujuran. Mereka tidak pandai berpura-pura. Jika senang, mereka tertawa tanpa henti. Jika kecewa, mereka menangis tanpa merasa malu. Dari mereka, saya belajar bahwa ekspresi yang tulus adalah bagian penting dalam perkembangan manusia.
Ki Hajar Dewantara pernah berkata, “Anak bukanlah bejana yang perlu diisi, tapi api yang perlu dinyalakan. ” Kalimat tersebut sederhana namun dalam maknanya: tugas seorang guru bukan hanya memberikan pengetahuan, tetapi juga membangkitkan semangat untuk belajar dan mengembangkan karakter.
Saya teringat suatu ketika seorang murid membawa hadiah kecil dan berkata, “Maaf, Bu, saya kemarin lupa mengerjakan tugas. ” Dan ketika teman saya bercerita tentang anak TK yang berkata “Bu Nisa mana, Bu? Saya kangen Bu Nisa.” Tidak ada penjelasan panjang, hanya perkataan yang tulus. Dari sini saya belajar bahwa kejujuran anak-anak merupakan pelajaran yang harus juga diingat oleh orang dewasa.
Kesabaran yang Diuji Setiap Hari
Mengajar di sekolah dasar atau taman kanak-kanak membuat kita harus siap menghadapi dunia yang penuh kejutan: anak yang menangis karena kehilangan penghapus, berebut tempat duduk, berdebat tentang warna crayon, atau tiba-tiba berkelahi tentang bullying. Di sinilah guru belajar makna kesabaran yang sesungguhnya.
Jean Piaget, seorang psikolog perkembangan anak, menyatakan bahwa anak usia sekolah dasar masih berada di tahap operasional konkret-yang berarti mereka belajar dengan paling baik melalui pengalaman langsung dan contoh nyata. Jadi, bukan mereka yang “tidak bisa diam”, tetapi cara berpikir mereka memang berbeda. Menyadari hal ini membuat kita lebih sabar, karena setiap perilaku anak adalah bagian dari proses pembelajaran.
Di balik semua kerepotan tersebut, selalu terdapat momen kecil yang menghangatkan hati: saat mereka mampu membaca kalimat pertama, membaca tulisan Al Qur’an dengan benar, menulis nama mereka dengan benar, atau berbagi bekal dengan teman. Momen-momen kecil ini sering kali menjadi sumber energi besar bagi guru untuk terus melanjutkan.
Belajar Tentang Rasa Ingin Tahu
Ketika berbicara tentang rasa ingin tahu, anak-anak adalah yang terbaik. “Mengapa langit berwarna biru? “, “Mengapa burung bisa terbang? “, atau “Mengapa Ibu harus bekerja? ” — pertanyaan-pertanyaan sederhana namun penuh makna.
Vygotsky pernah mengatakan bahwa belajar adalah proses sosial — anak berkembang melalui interaksi dengan lingkungan mereka, terutama orang dewasa yang menjadi zona perkembangan proksimal mereka. Itulah alasan mengapa peran guru tidak hanya sekedar menjawab pertanyaan, tetapi juga memandu rasa ingin tahu tersebut agar tetap hidup.
Bersama anak-anak, guru belajar untuk terus ingin tahu, tetap terbuka, dan tidak merasa paling tahu. Sebab di dunia pendidikan, guru sejati juga merupakan seorang pembelajar.
Mengajar dengan Hati
Dalam dunia anak, terutama saya yang mengajar dari pagi sampai sore, perhatian jauh lebih penting daripada nilai. Mereka mungkin melupakan rumus yang kita ajarkan, tetapi mereka tidak akan melupakan cara kita memperlakukan mereka. Maka, mengajar dengan hati adalah hal yang utama.
Menjadi guru sekolah dasar bukan hanya tentang mempersiapkan mereka untuk naik kelas, tetapi juga untuk menyiapkan mereka menjadi individu yang baik, berani, dan memiliki empati. Dalam proses ini, tanpa kita sadari, kita pun turut berkembang — menjadi pribadi yang lebih sabar, lembut, dan penuh kasih.
Anak-anak tidak hanya belajar melalui buku, mereka juga memberikan pelajaran dengan cara mereka melihat dunia dengan ketulusan dan kepolosan. Setiap kali saya memasuki ruangan kelas, saya menyadari bahwa tujuan saya tidak hanya untuk mengajar, tetapi juga untuk belajar — mengenai kehidupan, kejujuran, dan cinta terhadap proses pendidikan.