Tahun 2014, hari dan tanggal sudah tak mampu aku ingat. Pagi hari, jam 7.20 wib. Jam pertama dalam pelajaran Leadership di sekolah SMP Al Muslim, tepatnya di kelas Abu Dzar. Suara gaduh terdengar seantero kelas. Celoteh anak-anak remaja yang masih sedikit dewasa terdengar bersahutan.

“Bu, saya masih bingung.” Saya masih berubah-ubah bu. Saya masih belum terpikir.” Sayup-sayup terdengar komentar-komentar mereka yang sepertinya belum siap untuk mengerjakan tugas yang diberikan kali ini.

Seorang anak bertanya dengan suara lantang, “nanti dipresentasikan bu?” Tanyanya penuh harap jawaban tidak. Aku tersenyum menanggapinya. Ku anggukan kepala sebagai jawabannya. Kelas semakin riuh dengan suara gumaman dan raut wajah mengekspresikan kegelisahan.

Akhirnya aku meminta semua anak-anak yang penuh semangat itu untuk senyap sejenak dan menjadi pendengar yang baik. Mereka anak-anak penurut, sekejap kicauan itu pun tak terdengar.   

“Nak, tugas presentasi cita-cita ini sangat penting, agar kalian bisa mempersiapkan tujuan dan langkah lebih awal. Kalian yang belum berpikir, harus sudah memikirkan, bila kalian bingung, harus bertekad untuk memantapkan dan yang masih berubah-ubah harus menyakinkan hati untuk menetapkan. Selagi kalian masih kelas 9 dan belum terlambat, sebentar lagi kalian akan ke SMA. Langkah kalian harus sudah lebih fokus dan terarah. Coba bila kalian tidak memulai sekarang, apa yang akan terjadi selanjutnya, bisa jadi salah langkah ke depannya”. Penjelasanku untuk memotivasi mereka.

Wajah-wajah resah itu sudah mulai berubah. Ekspresi mereka seperti sudah mengawang-awang membayangkan cita-cita yang akan mereka pilih. selanjutnya mereka mulai sibuk menuliskan tentang cita-citanya. Mencari informasi tentang cita-cita tersebut, persyaratannya, tugas dan tanggunng jawabnya, jenjang pendidikan yang harus lewati, serta apa yang akan ia lakukan bila cita-citanya tercapai.

Dalam keheningan, mereka mulai sibuk mengerjakan tugasnya membuat presentasi cita-cita. Sesekali ada yang bertanya ketika ada hal yang perlu diperjelas. Sambil berkeliling, aku mengingatkan, “ ucapkan do’a dalam hati sambil mengerjakan, minta kepada sang Maha Rahiim untuk mewujudkan cita-cita kalian.” Ucapku sambil mengaminkan.

Kompak mereka pun mengikuti, “aamiin ya Rabbal’alaamiin.”

Setelah berkeliling, aku kembali duduk di kursi sambil terus mengawasi mereka yang sedang serius. Seorang anak lelaki berkulit putih, dengan rambut ikal dan mata agak sipit menghampiri.

“Bu, saya mau menjadi dokter. Ibunda saya inspiratornya yang membuat saya memilih profesi dokter. Saya mau jadi dokter bedah bu. Do’akan ya bu”.

Ku tatap wajah penuh tekad itu, “in sya Allah mimpimu tercapai Wir. Kamu anak cerdas dan hebat. Bismillah, Ibu yakin kamu bisa, do’a ibu menyertaimu” Jawabanku membuatnya tersenyum bahagia.

Dia adalah Arinalhaqa Wiratama Ardiantoro. Seorang anak yang lahir pada tanggal 19 April 2001. Anak ganteng yang yang sholeh dan pintar yang juga lulusan dari SD Al Muslim. kompetensi Leadershipnya pun sangat terasah. Kemauan dan kemampuannya sangat kokoh untuk aktif dan berinteraksi mengembangkan prestasinya dalam organisasi. Terbukti dengan terpilihnya menjadi ketua OSIS di periode 2013-2014. Sungguh sangat paripurna bekal yang ia miliki untuk bisa meraih mimpinya untuk profesi yang ia pilih dalam tugas presentasi kali ini.

Selang waktu berlalu, menjelang akhir tahun 2020. Terjadi pandemi virus covid diberbagai belahan dunia, begitupun di Indonesia. Kondisinya semakin meluas dan memanas. Korban-korban yang terinfeksi jumlahnya semakin banyak tak terelakan. Bahkan korban-korban meninggal sudah tidak terhitung. Rumah sakit dimanapun penuh sesak. Tenaga kesehatan kelelahan menangani pasien yang semakin mebludak. Tak sedikit merekapun yang akhirnya menjadi korban dan kehilangan nyawa. Kala itu, 3 September 2020, sebuah media sosial menggugah berita, seorang direktur RS Hermina Makasar, dr Endah Malahayati MARS meninggal dunia. Seorang perempuan berusia 55 tahun yang merupakan sosok ibu hebat yang memiliki 2 putra. Aku terhenyak seketika setelah menelusuri akun yang mengunggah berita tersebut. Akun media sosial dari alumni dari SMP Al Muslim yang aku kenal. Terlihat dari unggahan tersebut, wajah sedih Wira mengiringi proses pemakaman melepas kepergian ibundanya yang akan dimakamkan dengan prosedur covid. Terdiam tak ada kata yang terucap, namun tergambar jelas gurat kehilangan yang teramat dan mendalam. Ibunda sekaligus tokoh inspiratornya untuk meraih cita-citanya menjadi seorang dokter bedah telah pergi. Aku berharap hal tersebut tidak menyurutkan tekadnya untuk meraih cita-citanya, kuselipkan doa yang terdalam dalam hatiku. Kukirimkan komentar bela sungkawa dengan emoticon menangis, sebagai penguatan betapa aku juga turut bersedih untuk duka yang ia alami.

Hari itu, suasana riuh di SMP Al Muslim. Sayup-sayup terdengar suara yang menyebut nama yang tak asing ditelinga. “Wira datang”. Salah seorang guru bergumam.

Masya Allah, rasa bahagia memenuhi relung hatiku. Ternyata benar, wajah ganteng seorang calon dokter muda dari Universitas Sriwijaya ada di hadapanku.  Kepergian ibundanya alhamdulillah tidak menyurutkan langkahnya, tetapi justru memantapkan hatinya untuk mewujudkan cita-citanya sesuai dengan presentasi yang ia sampaikan kala itu. Mengalir ceritanya yang sangat membuatku terharu, ternyata Wira semakin matang kemampuan Leadershipnya hingga terpilih menjadi ketua BEM  (Badan Eksekutif Mahasiswa) di Universitas Sriwijaya. Semakin bertambah bahagiaku.

Pada suatu kesempatan, aku menelusuri akun media sosialnya, 28 Januari 2022, Wira mengunggah foto kelulusannya. Alhamdulillah, dari sebuah presentasi, mimpimu sudah kau raih. Selanjutnya foto-foto yang diunggah menampakkan kesibukannya dari profesi pilihannya. Beberapa kegiatan sosial pun ia ikuti untuk memberikan pengabdian dari profesinya sebagai wujud syukur. Wajah lelah namun bahagia tersirat jelas. Selamat Wira, presentasi yang engkau paparkan sebagai awal menentukan impian, sudah engkau wujudkan. Keberkahan dan kebahagiaan hidup dunia dan akhirat, in sya Allah kamu dapatkan. Do’a terbaik untukmu selalu. Aamiin ya Rabbal’alaamiin.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *