Ketika pertama kali mendengar istilah “ Transform Transformasi Pendidikan.” jujur hati saya sedikit bergetar. Bukan karena tidak tertarik, tapi karena ada rasa takut dan ragu, takut tidak mampu mengikuti perubahan zaman. Sebagai guru yang sudah terbiasa dengan cara-cara konvensional, saya dulu merasa nyaman dengan buku tulis, papan tulis dan spidol. Namun seiring waktu dunia pendidikan perubahan. ketika SD Al Muslim mulai mengintegrasikan teknologi digital dalam proses belajar mengajar, saya dihadapkan pada pilihan, bertahan dengan cara lama atau belajar menyesuaikan diri.

Awalnya, saya sering merasa canggung setiap kali harus membuka aplikasi pembelajaran digital Istilah seperti platform interaktif, learning management system, atau augmented reality terdengar begitu asing di telinga saya. saya beberapa kali meminta bantuan kepada teman sejawat yang lebih muda untuk menunjukkan cara membuat bahan ajar digital atau menggugah tugas siswa ke sistem. saya sangat berfikir “Apakah saya masih bisa beradaptasi di era digital ini ?”. Namun, di saat yang untuk ada dorongan kuat dari dalam diri keinginan untuk tidak tertinggal demi peserta didik yang sudah begitu akrab dengan dunia digital sejak dini. 

Perubahan besar mulai saya rasakan ketika sekolah mengadakan pelatihan-pelatihan digital yang diselenggarakan oleh yayasan Al Muslim pelatihan canva, membuat video pembelajaran dan lainnya. Pelatihan-pelatihan digital  ini  membuka mata saya bahwa teknologi bukanlah pengganti guru, melainkan mitra yang membantu proses pembelajaran menjadi lebih menarik. Saya mulai belajar dari hal-hal kecil membuat presentasi interaktif, memanfaatkan video pembelajaran, hingga membuat QR code sederhana untuk memudahkan akses materi bagi siswa. Saya belajar bukan hanya dari pelatihan resmi 

Perubahan besar mulai saya rasakan ketika sekolah kami mengadakan pelatihan “Guru Melek Digital.” Pelatihan ini membuka mata saya bahwa teknologi bukanlah pengganti guru, melainkan mitra yang membantu proses pembelajaran menjadi lebih menarik. Saya mulai belajar dari hal-hal kecil: membuat presentasi interaktif, memanfaatkan video pembelajaran, hingga mencoba membuat QR code sederhana untuk memudahkan akses materi bagi siswa. Saya belajar bukan hanya dari pelatihan resmi, tetapi juga dari pengalaman harian di kelas dan dari rekan guru yang selalu siap membantu. Setiap kali berhasil menyelesaikan satu tantangan digital, saya merasa bangga — bukan hanya karena bisa, tapi karena saya telah berani mencoba.

Yang paling berkesan bagi saya adalah ketika saya memanfaatkan aplikasi digital dalam proyek pembelajaran bertema “Keberagaman Budaya Indonesia.” Biasanya, siswa hanya menempel gambar di kertas karton. Kali ini, saya mengajak mereka membuat video pendek dan peta digital menggunakan aplikasi Assemblr. Mereka tampak antusias dan kreatif dalam menampilkan hasil karyanya. Saya tersenyum bahagia melihat bagaimana teknologi bisa menjadi jembatan antara kreativitas anak dan semangat belajar mereka. Momen itu menjadi titik balik: saya menyadari bahwa menjadi guru digital bukan sekadar tentang teknologi, tetapi tentang keberanian untuk berubah dan beradaptasi demi anak-anak.

Kini saya tidak lagi takut dengan perangkat digital, saya justru merasa tantangan untuk terus belajar. Dunia digital memberikan ruang luas bagi guru untuk berinovasi mulai dari membuat kuis interaktif, mengelola kelas, hingga mendesain proyek yang membuat siswa semakin bersemangat belajar. Saya juga sering memberikan pengalaman kepada guru lain yang masih ragu menggunakan teknologi. Kami saling mendukung, saling belajar, dan saling menguatkan. Budaya kolaboratif inilah yang saya rasakan begitu kental di SD Al Muslim. Sekolah bukan hanya tempat kerja, tetapi juga tempat tumbuh bersama sebagai pendidik masa kini.

Menjadi bagian dari SD Al Muslim membuat saya menyadari makna sebenarnya dari tema “kuat Hebat, Indonesia kuat. “ Guru yang hebat bukan berarti harus sempurna, melainkan mau belajar tanpa henti. Indonesia akan kuat jika para pendidiknya tangguh, adaptif dan terus menyesuaikan diri dengan perubahan zaman. Saya bersyukur bisa menjadi saksi dari perjalanan ini, perjalanan dari guru yang gagap digital menjadi guru yang berdaya digital.

Kini, setiap kali saya melihat murid- murid tersenyum saat belajar menggunakan teknologi, saya merasa perjuangan itu tidak sia-sia. Mereka bukan hanya belajar membaca, menulis dan berhitung, tetapi juga belajar bagaimana mau berfikir kritis dan kreatif di daerah digital. Dan saya belajar semangat seorang guru tidak pernah lekang oleh waktu. Ia hanya perlu diarahkan, ditumbuhkan, dan diperkuat dengan keyakinan bahwa setiap perubahan membawa peluang untuk menjadi lebih baik, itu nyata.

Di hari Guru Nasional ini, saya ingin mengajak semua rekan guru dimanapun berada  jangan takut menghadapi perubahan. Dunia digital bukan penghalang, melainkan jembatan menuju pembelajaran yang lebih bermakna. mari terus belajar. berinovasi, dan berkolaborasi, karena di tangan kita masa depan generasi muda Indonesia sedang dibentuk. 

guru yang hebat tidak lahir karena tahu segalanya tetapi karena mau belajar setiap hari. Dan saya, seorang guru SD Al Muslim, telah membuktikannya bahwa dari kegagapan pun, bisa tumbuh kekuatan baru menjadi GTK hebat untuk Indonesia yang kuat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *