Kuawali cerita ini sambil membayangkan wajahnya, dan berdo’a agar dia selalu menemukan ketenangan dengan mengenal huruf-huruf Al Qur’an, ditengah riuh isi pikirannya.

Tak ada yang tau apa yang akan terjadi pada setiap anak yang lahir ke dunia ini. Ditengah keterbatasan manusia tersebut, do’a, harap, dan pinta pada Sang Pencipta menjadi satu-satunya senjata.

Tentu setiap orang tua mengharapkan yang terbaik untuk anaknya, namun siapa sangka, ketika dihadirkan dan dihadapkan dengan kenyataan bahwa banyak kelebihan pada anak yang dilahirkannya, menjadi pintu pembelajaran baru untuk orang tua.

ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) menjadi salah satu bagian dari kelebihan tersebut. Attention Deficit and Hyperactivity Disorder didefinisikan sebagai karakteristik perilaku yang mirip dengan gangguan neuropsikologis dari disfungsi eksekutif, Lebih lanjut, ADHD merupakan salah satu jenis anak berkebutuhan khusus dengan gangguan konsentrasi dan hiperaktif/impulsif yang tinggi.

Tiga ciri utama anak dengan gangguan ADHD adalah sulit berkonsentrasi, impulsif, dan hiperaktif.

Anak-anak dengan gangguan ADHD dengan hambatan komunikasi interpersonal dari karakteristik gangguan tidak disebabkan oleh keterlambatan bahasa atau pengalaman traumatis. Oleh karena itu, peran orang tua dan guru dalam mendampingi anak dengan gangguan ADHD adalah mengembangkan komunikasi interpersonal.

Saat awal berjumpa dengannya di kelas 1, saya merasa ada yang “spesial” darinya. Sebagai guru, saya mencoba berinteraksi sebaik mungkin dengannya, guna mewujudkan pendidiksn bermutu untuk semua. Namun, ternyata tak mudah untuk hanya sekedar interaksi dua arah dengannya. Disitu terlintas di benak saya, “bagaimana ya trik untuk mendapat perhatiannya?”. Tak sadar ternyata dia yang membuat saya membaca jurnal ilmiah terkait ADHD, yang sebelumnya tak pernah sekalipun saya sangka akan membacanya.

Setelah mengetahui teorinya, saya coba untuk menerapkannya. Dan dengan segala cara, mulai dari pendekatan pada anak seperti biasanya, perlahan saya masuk ke dunianya. Dunia yang sangat cepat, seperti banyak shortcut untuk semua hal. Disaat dia mulai komunikatif dengan saya, disitu saya menyadari sesuatu, dia pintar dengan caranya sendiri.

Ketika menyadari hal tersebut, saya mulai pendekatan yang berbeda untuknya, saya mulai mengenalkan huruf-huruf hijaiyyah dengan bercerita, dengan kartu peraga yang berwarna-warni, dan tentu dengan berbagai hal-hal yang mungkin akan menarik perhatiannya. Walau membutuhkan waktu yang lebih panjang dari teman sekelompoknya, entah mengapa saya senang melakukannya. Sepertinya, syaraf otak saya sedang disuapi hal baru yang menarik.

Satu tahun pelajaran berlalu, disaat teman-teman lain sudah sesuai target pencapaiannya, dia masih berusaha mengenal, membedakan, dan mengingat huruf-huruf hijaiyyah. Tak apa, saya percaya dengan janji Allah pada surat Al Qamar ayat 17:  “وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِنْ مُدَّكِرٍ” . Artinya: “Dan sungguh telah Kami mudahkan Al Qur’an untuk diingat, maka adakah orang yang mengambil pelajaaran?”. Saya percaya bahwa Allah sungguh akan memudahkannya, bagaimanapun prosesnya pasti berprogres.

Di tahun kedua saya bersamanya, semakin terjalin bounding diantara kami. Entah berapa banyak pertanyaan diluar topik darinya yang harus saya jawab saat itu juga. Hingga teman-teman sekelompoknya semakin menjaganya agar tidak melakukan hal-hal yang membahayakan dirinya dan orang lain.

Tibalah saat kelompok belajar saya menjalani test naik jilid, alhamduillah teman-teman lainnya naik ke jilid berikutnya, dan dia masih berusaha dengan segala cara untuk seperti teman sekleompoknya.

Allah memang tak akan mengkhianati janji Nya. Disaat saya rasa dia sudah mampu mengenal, membedakan, dan mengucapkan huruf-huruf hijaiyah dengan sebaik yang dia mampu. Tibalah saatnya saya memberanikan diri mendaftarkan dia untuk mengikuti test naik jilid.

Dengan penuh do’a, dan pengharapan pada Nya, dia pamit keluar kelas untuk test tersebut. Teman-teman sekelompoknya pun mendo’akan yang terbaik untuknya. Setelah berselang beberapa waktu, terdengar suara pintu dibuka dengan keras, dengan suara nyaring dia berteriak “Bu Anis…..aku bisa!!, Aku naik jilid Bu..” dengan senyum yang merekah menghiasi wajahnya, sontak dengan getaran yang sama teman-teman lainnya bertepuktangan seraya berujar “yeay…alhamdulillah”. Masih teringat atmosfer bahagia yang terasa saat itu, dan menjadi unforgettable moment bagi saya.

Dari ceritaku yang terinspirasi olehnya, menyadarkanku bahwa memang Sang Pencipta alam semesta sudah memberikan yang terbaik sesuai porsinya. Semoga kita sebagai pendidik senantiasa belajar untuk mewujudkan pendidikan bermutu untuk semua.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *