Di tengah hiruk pikuk kehidupan modern, ada kisah-kisah perempuan yang menolak untuk dibatasi oleh peran tunggal. Inilah kisah inspiratif Ibu Irma, seorang perempuan, istri, ibu, dan guru yang perjalanan hidupnya adalah perwujudan sejati dari semangat belajar dan pengabdian.

​Lulus dari SMK Al Muslim pada tahun 1999, Ibu Irma Susanti remaja melangkah penuh harap ke gerbang perkuliahan, menjejakkan kaki di UNISMA  Bekasi. Namun, takdir memiliki skenario lain. Di tahun 2000, jalan akademiknya  terhenti. Bagi sebagian orang, hal ini mungkin menjadi akhir dari sebuah cita-cita, tetapi bagi Ibu Irma, ini adalah belokan yang mengarahkannya pada panggilan hidup yang lebih mendalam.

​ Ibu Irma memilih untuk tidak menyerah pada keterbatasan. Ia langsung mendedikasikan dirinya sebagai guru di Taman Kanak-Kanak (TK). Di tahun 2003, ia menikah, merajut peran baru sebagai istri dan ibu, tanpa pernah melepaskan perannya sebagai pendidik.

​17 Tahun di Barisan Terdepan

​Selama tujuh belas tahun, dari tahun 2000 hingga 2017, Ibu Irma adalah pelita di mata anak-anak kecil. Menjadi guru TK, apalagi sambil menjalankan peran sebagai seorang ibu, menuntut kesabaran, kreativitas, dan energi yang tak terbatas. Ia tidak hanya mengajar, tetapi juga membentuk fondasi karakter, menanamkan nilai-nilai dasar yang akan dibawa anak didiknya seumur hidup.

​Pengabdiannya selama hampir dua dekade ini adalah bukti keteguhan hati seorang guru, yang menjadikan ruang kelasnya sebagai rumah kedua, dan murid-muridnya sebagai anak-anak yang harus diasuh dengan cinta.

​Kembali ke Almamater, Menyambut Tugas Mulia

​Tahun 2017 menandai babak baru. Ibu Irma kembali ke lingkungan Al Muslim, tempat ia dulu menamatkan SMK, tetapi kali ini sebagai pengajar Al-Qur’an. Pergeseran ini menunjukkan komitmennya yang mendalam pada pendidikan berbasis agama, memastikan generasi muda memiliki bekal spiritual yang kokoh.

​Di tengah kesibukan mengajar dan mengurus keluarga, Ibu Irma mengambil keputusan yang paling berani dan menginspirasi: melanjutkan kuliah. Di usianya, dengan peran ganda yang diemban, ia mendaftar di STAI NUR EL GHOZY.

​Keputusan ini adalah penegasan bahwa hasrat untuk belajar tidak mengenal usia, status, atau kesibukan. Ia membuktikan bahwa seorang perempuan, seorang istri, dan seorang ibu, tidak perlu mengorbankan impian pribadinya. Ia dapat mengintegrasikan semua peran tersebut menjadi sebuah perjalanan yang kaya makna.

​ Ibu Irma adalah representasi dari kekuatan sejati seorang Muslimah :

​Pendidik Sejati : Dedikasi 17 tahun di TK, lalu beralih menjadi guru Al-Qur’an, menunjukkan bahwa ia selalu memilih jalan pengabdian ilmu.

​Ibu yang Menginspirasi : Dengan kembali ke bangku kuliah, ia mengajarkan pelajaran terbaik kepada anak-anaknya : bahwa belajar adalah proses seumur hidup.

​Pembelajar yang Gigih : Ia menolak anggapan bahwa pendidikan tinggi adalah hak eksklusif usia muda, membuktikan bahwa ketekunan adalah kunci untuk meraih cita-cita yang tertunda.

​Kisah Ibu Irma bukan sekadar tentang rentetan tanggal dan tempat, melainkan tentang ketahanan spiritual dan keberanian untuk memulai kembali. Ia telah melukis jejak yang cemerlang, menjadi bukti hidup bahwa peran ganda sebagai istri, ibu, dan guru dapat dijalani dengan penuh martabat, sambil terus mengejar cahaya ilmu hingga ke jenjang tertinggi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *